Sabtu, 11 Mei 2013

Cerpen


                       Lagu Terakhir

Intan memandang kepergian kekasihnya, untuk saat ini lebih tepatnya adalah mantan pacarnya. Fajar, bayangan lelaki itu semakin lama semakin menghilang. Ia mengingat percakapannya barusan dengan Fajar mantan kekasihnya.
“Maaf. Aku tau ini menyakitkan untuk kau dan aku. Tapi aku harus mengatakannya padamu. Intan, sebaiknya hubungan ini sampai disini saja. Maafkan aku.” ucap Fajar
Intan memandang kedua mata lelaki itu, mata yang sangat indah... mata yang sangat ia sukai. Intan mendesah pelan. “Kenapa? Kau bosan denganku? Kau menyukai wanita lain?” balas Intan
Fajar menggeleng cepat. Lalu memegang kedua tangan gadis itu. “Tidak. Aku tidak meyukai gadis lain. Sungguh.”
Intan meringis mendengar jawaban Fajar. “Lalu? Alasanmu ingin putus denganku apa?”
“Karena keadaan yang memaksakan.”
“Keadaan seperti apa?”
“Aku tau ini sulit bagimu, tapi aku yakin  kau bisa tanpa aku. Intan adalah gadis periang. Sebelum kau bertemu aku seperti itulah dirimu. Jadi, tetaplah seperti itu meskipun tanpa aku. Aku janji, aku akan selalu menyapamu. Kita masih bisa bermain bersama.” kata Fajar sambil menyunggingkan senyumnya.
Intan melepaskan tangannya dari genggaman Fajar. Ia tidak habis fikir bagaimana lelaki itu masih bisa tersenyum. Ia sangat menginginkan hal seperti ini? Baiklah.
“Ini yang bisa membuatmu bahagia bukan ? Baik. Kita putus.”
Fajar menyentuh kepala Intan lalu memeluk tubuh mungil gadis itu. Setelah beberapa detik ia melepaskan pelukannya. Fajar berbalik meninggalkan Intan. Sebenarnya ia tidak tega melakukannya, tapi ini harus ia lakukan.
Intan memandang kepergian lelaki itu. Bayangannya lelaki itu telah hilang. Pandangan Intan mulai kabur karena sedari tadi ia menahan air matanya agar tidak keluar. Saat ini air mata itu telah mengalir di pipi Intan. Sungguh ia masih mencintai lelaki itu. Ia menaruh telapak tangan kanannya di dadanya. Tidak ada yang terjadi, tapi kenapa rasanya sesakit ini. Sesak.
***


Cuaca sore hari ini tidak bersahabat. Langit sudah mulai gelap. Orang-orang yang sedang berjalan mempercepat langkahnya. Tapi lain hal nya dengan gadis itu.
“Yak... Intan! Kamu kalau jalan jangan kayak putri solo. Cepatlah sedikit.” Ucap seorang gadis yang seumuran dengan Intan
Intan memandang sahabatnya yang saat ini tengah berada di depannya. Ia bisa melihat sahabatnya itu sedang kerepotan membawa tas-tas belanja. “Desi, kamu beneran gak mau akau bantuin bawain barang-barang kamu?” tawar Intan
Desi menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang lalu memandang Intan dengan tersenyum. “Tidak perlu. Aku bisa membawanya. Cepatlah, sebentar lagi akan turun hujan.”
Intan menengadahkan kepalanya untuk memandang langit. Ia menutup kedua matanya. Lalu menghirup udara dan menghembuskannya. Ia membuka kedua matanya. Ia tersenyum... suasana seperti inilah yang sangat ia sukai.
***

“Ah... hujannya semakin deras.” Kata Desi ketika mereka telah sampai di rumah Intan.
“Kau tidak suka hujan?” tanya Intan
“Tidak juga.”.
 Desi memandang keadaan kamar Intan. Sudah lama ia tidak kesini. Terakhir kali waktu SMA, karena saat ini tempat kerja Intan dan Desi yang berbeda. Ia memandang bingkai foto yang terdapat di meja rias Intan. Foto Intan dan Fajar. Di  foto itu mereka berdua memegang payung dan tersenyum lebar. “Kamu masih menyimpannya?” tanya Desi
Intan memandang foto yang dipegang Desi. Ia ingat kapan foto itu diambil, ketika hujan pertama di bulan Okotober. “Iya. Aku masih menyimpannya. Kau tau, Fajar sangat menyukai hujan.” Jawab Intan sambil mengasihkan teh kepada Desi.
Desi meminum teh yang diberikan Intan. Ia menaruh foto itu ke tempat semula lalu memandang keadaan Intan dari ujung kaki samapi ujung kepala. “Kamu sangat kacau sekali.” Ucapnya
“Aku? Kenapa?”
“Ck. Bukan hanya penampilanmu saja tapi kamu juga sangat menyedihkan. Tidak bisakah kamu melupakan lelaki itu? Kamu dicampakkan olehnya Intan. Buka kedua matamu. Aku merindukan Intan sahabatku yang ceria, yang selalu merampas makanan orang.”
Intan terbelalak kaget mendengar ucapan temannya itu. Benarkah ia terlihat begitu menyedihkan? Hanya karena lelaki itu? Lelaki yang sangat ia cintai yang meninggalkannya. “Apa kamu bilang? Aku selalu merampas makanan orang? Bukankah kamu Des yang selalu merampas makananku?  Balas Intan sambil memukul pelan pundak Desi.
“Kamu harus menghilangkan perasaan itu.” Kata Desi lalu memeluk Intan
“Aku akan mencoba menghilangkan perasaan ini. Sungguh. Aku bisa melakukannya. Aku janji.” Ucap Intan di pelukan sahabatnya Desi. Seketika itu tangis Intan mulai pecah. Ia menangis di bahu Desi. Di sela-sela tangisannya ia berkata dengan lirih. “Sungguh. Aku akan melupakannya. Tidak akan ada rasa sakit ini lagi.”
***

Entah berapa lama Fajar memandang gadis berbaju biru itu. Gadis itu masih mengenakan pakaian pemberian darinya, dan memakai rok panjang berwarna biru tua. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai. Gadis itu melamun. Ia memberanikan diri untuk menghampiri gadis itu.
“Boleh aku duduk disebelahmu?” tanya Fajar
Wajah gadis itu kaget melihat kedatangan Fajar. Lalu gadis itu mengiyakan permintaan Fajar.
“Lama tidak bertemu denganmu, bagaimana keadaanmu Ntan?” tanya Fajar
Intan meringis mendengar pertanyaan mantannya itu. “Seperti yang kau lihat.”
Fajar memandang keadaan Intan ia bisa menyimpulkan kalau ia tidak pernah melihat Intan seperti saat ini. Kacau dan menyedihkan.
“Maafkan aku.” Ucap Fajar tulus
“Kalau semua bisa diselesaikan dengan kata maaf, kenapa harus ada hukum dan polisi didunia ini?” balas Intan
Keadaan menjadi hening. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Intan yang masih tidak menyangka dengan kedatangan Fajar. Di saat ia akan melupakan pria itu kenapa ia harus hadir di hidupnya. Dan dengan santainya lelaki itu menayakan bagaimana keadaannya. Apa dia puas karena telah membuatku seperti ini?
“Ada yang  ingin aku tunjukan padamu.” Kata Fajar
“Apa.”
“Bisa kau pergi denganku sekarang?”
“Untuk apa? Kau ingin menunjukan hal apa lagi? Kau belum puas? Setelah satu minggu tidak ada kabar dan sekarang kau duduk disampingku dan mengajakku pergi. Mana janjimu? Meskipun kita putus kau akan tetap menyapaku dan menghubungiku? Dan sekarang aku ingin melupakanmu. Fajar.. kau hanya mantan yang harus kulupakan.” ucap Intan yang sejak tadi ingin mengeluarkan pertanyaan yang memenuhi otaknya.
Fajar memandang wajah Intan. Wajah gadis itu memerah dan  menahan air matanya agar tidak jatuh.  “Untuk yang terakhir kalinya Ntan. Aku mohon.” pinta Fajar
Intan memandang wajah lelaki itu, lelaki itu memandangnya juga. Sungguh ia merindukan tatapan Fajar. Setiap kali ia memandangnya ia bisa menemukan  ketenangan ketika menatap kedua mata lelaki itu. Sial. Inilah kelemahannya ia tidak bisa menolak permintaan lelaki itu.
***

Intan memandang keadaan ruangan itu. Ruangan itu sepi dan hanya ada sebuah grand piano menengah berwarna putih berdiri kokoh ditengah ruangan dan dibelakangnya terdapat sebuah jendela. Ia tidak mengerti untuk apa Fajar membawanya ke sini. Fajar memandang Intan dengan senyum yang sangat dikenal Intan. Fajar berjalan menuju piano itu. Lalu duduk dan memandang tuts-tuts piano. Ia mangambil nafas dan menghembuskannya pelan. Ia memandang wajah Intan.
“Ah.. ini sungguh susah. Sudah sejak lama aku ingin menunjukkannya padamu.”ucap Fajar sambil mendesah pelan
“Maksudmu kau akan memainkan piano itu?” tanya Intan tak percaya
Fajar mengangguk yakin. “Tentu.”
***

Kini kedua tangan Fajar menempel pada tuts piano. Alunan music pun terdengar dari papan-papan suara piano itu. Alunan indah piano menderu ditelinga Intan,  melodinya yang lembut membuat Intan  terhanyut bersama hembusan angin sore. Intan terbelalak kaget dengan lagu yang dimainkan Fajar. Lagu itu...
Sempat tak ada lagi kesempatanku
Untuk bisa bersamamu
Kini ku tahu bagaimana caraku
Untuk dapat trus denganmu
Reff:
Bawalah pergi cintaku
Ajak kemana engkau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Di sini ku pun begitu
Trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan kita nanti...
Alunan indah pano itupun terhenti. Intan masih memandang lelaki itu. Bibirnya bergetar, dan satu per satu cairan bening mulai mengalir di pipi gadis itu. Fajar memandangnya dengan pandangan yang sangat Intan kenali dan rindukan. Lalu Fajar bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Intan.
“Jangan menangis seperti itu.” Ucap Fajar lalu menghapus air mata Intan dengan kedua tangannya
“Aku tidak menangis. Apa kau dengar aku menangis? Tiba-tiba air mata ini jatuh begitu saja.” Balas Intan
Fajar tertawa pelan mendengar perkataan Intan. “Maaf. Kau tidak akan menangis lagi dan kau tidak akan melihatku lagi mulai besok.”
Intan mengerutkan keningnya. “Maksudmu?”
Fajar mendesah pelan lalu memegang kedua tangan gadis itu. “Barusan.. itu lagu terakhir yang aku bisa nyanyikan untukmu. Dulu, aku sering menyanyikan lagu itu kepadamu. Dan mungkin aku tidak akan pernah menyanyikan lagu itu lagi. Lagu kenangan kita. Tolong lupakan aku.”
“Melupakanmu? Fajar, aku hanya ingin menanyakan satu hal kepadamu.” Tanya Intan
“Apa?”
“Masikah kau mencintaiku?”
Fajar menatap mata sayu gadis itu. Sungguh ia lelaki tidak pantas untuk Intan. “Aku pernah mencintaimu.”
“Sekarang ?”
“Maaf.”
Intan menghempaskan tangannya dari genggaman Fajar. “Lalu untuk apa kau lakukan semua ini, hah ?”
“Ini pertemuan terakhir kita. Besok aku akan kembali ke kota asalku. Dan disana ada seseorang yang telah menungguku. Aku harus pulang dan menemaninya. Jadi kau tidak akan pernah melihatku lagi. Dan kau bisa melupakanku.”
“Seseorang? Siapa? Kekasihmu?”
Fajar mengangguk pelan.
Intan tak percaya apa yang telah dilakukan lelaki itu terhadapnya. Saat ini ia ingin sekali menampar lelaki itu. Tapi ia tidak bisa melakukannya, menampar orang yang ia cintai. “Bagaimana bisa kau melakukan hal ini kepadaku? Kenapa kau berbohong? Kau mempermainkan ku Fajar. Apa itu lucu bagimu? Apa kau puas?”
“Maaf. Aku memang lelaki tidak baik bagimu. Aku terlalu sering menyakitimu. Tolong maafkan aku, Ntan.”
Intan tertawa kecil lalu menghapus air matanya dengan ibu jarinya. “Ah... ini melegakan. Sungguh. Aku bisa melupakanmu. Kau akan menghilang dari hidupku mulai saat ini? Selamat tinggal, kalimat itu yang kau ingin dngar dariku bukan? Terimaksih untuk semuanya, jaga dirimu sendiri dan kekasihmu.” Kata Intan sambil menepuk pelan bahu Fajar lalu pergi meninggalkan lelaki itu.
***

Gadis itu memandang  jam yang melingkar ditangannya. Ia menarik nafas lalu menghembuskannya pelan. Entah sudah berapa jauh ia berjalan sampai-sampai ia tidak sadar kalau saat ini sudah malam. Ia menghentikan langkahnya. Gadis itu menaruh telapak kanannya di dadanya. Tidak ada yang terjadi.. tidak akan ada kesakitan ini lagi... tidak akan ada air mata ini lagi. Dia hanya masa laluku yang harus kulupakan. Fajar, lelaki itu hanya mantan ku. Seorang mantan. Iya, aku bisa melupakannya. Sungguh. Ini melegakan... benar-benar melegakan.
-END-


 *cerpen aneh ini pernah ikut lomba tapi gak lolos hahaha....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar