Lagu
Terakhir
Intan
memandang kepergian kekasihnya, untuk saat ini lebih tepatnya adalah mantan
pacarnya. Fajar, bayangan lelaki itu semakin lama semakin menghilang. Ia
mengingat percakapannya barusan dengan Fajar mantan kekasihnya.
“Maaf.
Aku tau ini menyakitkan untuk kau dan aku. Tapi aku harus mengatakannya padamu.
Intan, sebaiknya hubungan ini sampai disini saja. Maafkan aku.” ucap Fajar
Intan
memandang kedua mata lelaki itu, mata yang sangat indah... mata yang sangat ia
sukai. Intan mendesah pelan. “Kenapa? Kau bosan denganku? Kau menyukai wanita
lain?” balas Intan
Fajar
menggeleng cepat. Lalu memegang kedua tangan gadis itu. “Tidak. Aku tidak
meyukai gadis lain. Sungguh.”
Intan
meringis mendengar jawaban Fajar. “Lalu? Alasanmu ingin putus denganku apa?”
“Karena
keadaan yang memaksakan.”
“Keadaan
seperti apa?”
“Aku
tau ini sulit bagimu, tapi aku yakin kau
bisa tanpa aku. Intan adalah gadis periang. Sebelum kau bertemu aku seperti
itulah dirimu. Jadi, tetaplah seperti itu meskipun tanpa aku. Aku janji, aku
akan selalu menyapamu. Kita masih bisa bermain bersama.” kata Fajar sambil
menyunggingkan senyumnya.
Intan
melepaskan tangannya dari genggaman Fajar. Ia tidak habis fikir bagaimana
lelaki itu masih bisa tersenyum. Ia sangat menginginkan hal seperti ini?
Baiklah.
“Ini
yang bisa membuatmu bahagia bukan ? Baik. Kita putus.”
Fajar
menyentuh kepala Intan lalu memeluk tubuh mungil gadis itu. Setelah beberapa
detik ia melepaskan pelukannya. Fajar berbalik meninggalkan Intan. Sebenarnya
ia tidak tega melakukannya, tapi ini harus ia lakukan.
Intan
memandang kepergian lelaki itu. Bayangannya lelaki itu telah hilang. Pandangan
Intan mulai kabur karena sedari tadi ia menahan air matanya agar tidak keluar.
Saat ini air mata itu telah mengalir di pipi Intan. Sungguh ia masih mencintai
lelaki itu. Ia menaruh telapak tangan kanannya di dadanya. Tidak ada yang
terjadi, tapi kenapa rasanya sesakit ini. Sesak.
***
Cuaca sore hari ini
tidak bersahabat. Langit sudah mulai gelap. Orang-orang yang sedang berjalan
mempercepat langkahnya. Tapi lain hal nya dengan gadis itu.
“Yak... Intan! Kamu
kalau jalan jangan kayak putri solo. Cepatlah sedikit.” Ucap seorang gadis yang
seumuran dengan Intan
Intan memandang
sahabatnya yang saat ini tengah berada di depannya. Ia bisa melihat sahabatnya
itu sedang kerepotan membawa tas-tas belanja. “Desi, kamu beneran gak mau akau
bantuin bawain barang-barang kamu?” tawar Intan
Desi menghentikan
langkahnya dan menoleh ke belakang lalu memandang Intan dengan tersenyum. “Tidak
perlu. Aku bisa membawanya. Cepatlah, sebentar lagi akan turun hujan.”
Intan menengadahkan
kepalanya untuk memandang langit. Ia menutup kedua matanya. Lalu menghirup
udara dan menghembuskannya. Ia membuka kedua matanya. Ia tersenyum... suasana
seperti inilah yang sangat ia sukai.
***
“Ah... hujannya semakin
deras.” Kata Desi ketika mereka telah sampai di rumah Intan.
“Kau tidak suka hujan?”
tanya Intan
“Tidak juga.”.
Desi memandang keadaan kamar Intan. Sudah lama
ia tidak kesini. Terakhir kali waktu SMA, karena saat ini tempat kerja Intan
dan Desi yang berbeda. Ia memandang bingkai foto yang terdapat di meja rias
Intan. Foto Intan dan Fajar. Di foto itu
mereka berdua memegang payung dan tersenyum lebar. “Kamu masih menyimpannya?”
tanya Desi
Intan memandang foto
yang dipegang Desi. Ia ingat kapan foto itu diambil, ketika hujan pertama di
bulan Okotober. “Iya. Aku masih menyimpannya. Kau tau, Fajar sangat menyukai
hujan.” Jawab Intan sambil mengasihkan teh kepada Desi.
Desi meminum teh yang
diberikan Intan. Ia menaruh foto itu ke tempat semula lalu memandang keadaan
Intan dari ujung kaki samapi ujung kepala. “Kamu sangat kacau sekali.” Ucapnya
“Aku? Kenapa?”
“Ck. Bukan hanya
penampilanmu saja tapi kamu juga sangat menyedihkan. Tidak bisakah kamu melupakan
lelaki itu? Kamu dicampakkan olehnya Intan. Buka kedua matamu. Aku merindukan
Intan sahabatku yang ceria, yang selalu merampas makanan orang.”
Intan terbelalak kaget
mendengar ucapan temannya itu. Benarkah ia terlihat begitu menyedihkan? Hanya
karena lelaki itu? Lelaki yang sangat ia cintai yang meninggalkannya. “Apa kamu
bilang? Aku selalu merampas makanan orang? Bukankah kamu Des yang selalu
merampas makananku? Balas Intan sambil
memukul pelan pundak Desi.
“Kamu harus
menghilangkan perasaan itu.” Kata Desi lalu memeluk Intan
“Aku akan mencoba
menghilangkan perasaan ini. Sungguh. Aku bisa melakukannya. Aku janji.” Ucap Intan
di pelukan sahabatnya Desi. Seketika itu tangis Intan mulai pecah. Ia menangis
di bahu Desi. Di sela-sela tangisannya ia berkata dengan lirih. “Sungguh. Aku
akan melupakannya. Tidak akan ada rasa sakit ini lagi.”
***
Entah berapa lama Fajar
memandang gadis berbaju biru itu. Gadis itu masih mengenakan pakaian pemberian
darinya, dan memakai rok panjang berwarna biru tua. Rambutnya yang panjang
dibiarkan terurai. Gadis itu melamun. Ia memberanikan diri untuk menghampiri
gadis itu.
“Boleh aku duduk
disebelahmu?” tanya Fajar
Wajah gadis itu kaget
melihat kedatangan Fajar. Lalu gadis itu mengiyakan permintaan Fajar.
“Lama tidak bertemu denganmu,
bagaimana keadaanmu Ntan?” tanya Fajar
Intan meringis
mendengar pertanyaan mantannya itu. “Seperti yang kau lihat.”
Fajar memandang keadaan
Intan ia bisa menyimpulkan kalau ia tidak pernah melihat Intan seperti saat
ini. Kacau dan menyedihkan.
“Maafkan aku.” Ucap
Fajar tulus
“Kalau semua bisa
diselesaikan dengan kata maaf, kenapa harus ada hukum dan polisi didunia ini?”
balas Intan
Keadaan menjadi hening.
Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Intan yang masih tidak menyangka
dengan kedatangan Fajar. Di saat ia akan melupakan pria itu kenapa ia harus
hadir di hidupnya. Dan dengan santainya lelaki itu menayakan bagaimana
keadaannya. Apa dia puas karena telah membuatku seperti ini?
“Ada yang ingin aku tunjukan padamu.” Kata Fajar
“Apa.”
“Bisa kau pergi
denganku sekarang?”
“Untuk apa? Kau ingin
menunjukan hal apa lagi? Kau belum puas? Setelah satu minggu tidak ada kabar
dan sekarang kau duduk disampingku dan mengajakku pergi. Mana janjimu? Meskipun
kita putus kau akan tetap menyapaku dan menghubungiku? Dan sekarang aku ingin
melupakanmu. Fajar.. kau hanya mantan yang harus kulupakan.” ucap Intan yang
sejak tadi ingin mengeluarkan pertanyaan yang memenuhi otaknya.
Fajar memandang wajah
Intan. Wajah gadis itu memerah dan
menahan air matanya agar tidak jatuh.
“Untuk yang terakhir kalinya Ntan. Aku mohon.” pinta Fajar
Intan memandang wajah
lelaki itu, lelaki itu memandangnya juga. Sungguh ia merindukan tatapan Fajar. Setiap
kali ia memandangnya ia bisa menemukan
ketenangan ketika menatap kedua mata lelaki itu. Sial. Inilah
kelemahannya ia tidak bisa menolak permintaan lelaki itu.
***
Intan memandang keadaan
ruangan itu. Ruangan itu sepi dan hanya ada sebuah grand piano menengah berwarna putih berdiri kokoh
ditengah ruangan dan dibelakangnya terdapat sebuah jendela.
Ia tidak mengerti untuk apa Fajar membawanya ke sini. Fajar memandang Intan
dengan senyum yang sangat dikenal Intan. Fajar berjalan menuju piano itu. Lalu
duduk dan memandang tuts-tuts piano. Ia mangambil nafas dan menghembuskannya
pelan. Ia memandang wajah Intan.
“Ah.. ini sungguh
susah. Sudah sejak lama aku ingin menunjukkannya padamu.”ucap Fajar sambil
mendesah pelan
“Maksudmu kau akan
memainkan piano itu?” tanya Intan tak percaya
Fajar mengangguk yakin.
“Tentu.”
***
Kini kedua
tangan Fajar menempel pada tuts piano. Alunan music pun terdengar dari
papan-papan suara piano itu. Alunan indah piano menderu ditelinga Intan, melodinya yang lembut membuat Intan terhanyut bersama hembusan angin sore. Intan
terbelalak kaget dengan lagu yang dimainkan Fajar. Lagu itu...
Sempat tak
ada lagi kesempatanku
Untuk bisa bersamamu
Kini ku tahu bagaimana caraku
Untuk dapat trus denganmu
Reff:
Bawalah pergi cintaku
Ajak kemana engkau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Untuk bisa bersamamu
Kini ku tahu bagaimana caraku
Untuk dapat trus denganmu
Reff:
Bawalah pergi cintaku
Ajak kemana engkau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Di sini ku
pun begitu
Trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan kita nanti...
Trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan kita nanti...
Alunan indah pano itupun terhenti. Intan masih
memandang lelaki itu. Bibirnya bergetar, dan satu per satu cairan bening mulai
mengalir di pipi gadis itu. Fajar memandangnya dengan pandangan yang sangat
Intan kenali dan rindukan. Lalu Fajar bangkit dari tempat duduknya dan
menghampiri Intan.
“Jangan menangis seperti itu.” Ucap Fajar lalu
menghapus air mata Intan dengan kedua tangannya
“Aku tidak menangis. Apa kau dengar aku menangis?
Tiba-tiba air mata ini jatuh begitu saja.” Balas Intan
Fajar tertawa pelan mendengar perkataan Intan.
“Maaf. Kau tidak akan menangis lagi dan kau tidak akan melihatku lagi mulai
besok.”
Intan mengerutkan keningnya. “Maksudmu?”
Fajar mendesah pelan lalu memegang kedua tangan
gadis itu. “Barusan.. itu lagu terakhir yang aku bisa nyanyikan untukmu. Dulu,
aku sering menyanyikan lagu itu kepadamu. Dan mungkin aku tidak akan pernah
menyanyikan lagu itu lagi. Lagu kenangan kita. Tolong lupakan aku.”
“Melupakanmu? Fajar, aku hanya ingin menanyakan
satu hal kepadamu.” Tanya Intan
“Apa?”
“Masikah kau mencintaiku?”
Fajar menatap mata sayu gadis itu. Sungguh ia
lelaki tidak pantas untuk Intan. “Aku pernah mencintaimu.”
“Sekarang ?”
“Maaf.”
Intan menghempaskan tangannya dari genggaman Fajar.
“Lalu untuk apa kau lakukan semua ini, hah ?”
“Ini pertemuan terakhir kita. Besok aku akan
kembali ke kota asalku. Dan disana ada seseorang yang telah menungguku. Aku
harus pulang dan menemaninya. Jadi kau tidak akan pernah melihatku lagi. Dan
kau bisa melupakanku.”
“Seseorang? Siapa? Kekasihmu?”
Fajar mengangguk pelan.
Intan tak percaya apa yang telah dilakukan lelaki
itu terhadapnya. Saat ini ia ingin sekali menampar lelaki itu. Tapi ia tidak
bisa melakukannya, menampar orang yang ia cintai. “Bagaimana bisa kau melakukan
hal ini kepadaku? Kenapa kau berbohong? Kau mempermainkan ku Fajar. Apa itu
lucu bagimu? Apa kau puas?”
“Maaf. Aku memang lelaki tidak baik bagimu. Aku
terlalu sering menyakitimu. Tolong maafkan aku, Ntan.”
Intan tertawa kecil lalu menghapus air matanya
dengan ibu jarinya. “Ah... ini melegakan. Sungguh. Aku bisa melupakanmu. Kau
akan menghilang dari hidupku mulai saat ini? Selamat tinggal, kalimat itu yang
kau ingin dngar dariku bukan? Terimaksih untuk semuanya, jaga dirimu sendiri
dan kekasihmu.” Kata Intan sambil menepuk pelan bahu Fajar lalu pergi
meninggalkan lelaki itu.
***
Gadis itu memandang
jam yang melingkar ditangannya. Ia menarik nafas lalu menghembuskannya
pelan. Entah sudah berapa jauh ia berjalan sampai-sampai ia tidak sadar kalau
saat ini sudah malam. Ia menghentikan langkahnya. Gadis itu menaruh telapak
kanannya di dadanya. Tidak ada yang terjadi.. tidak akan ada kesakitan ini
lagi... tidak akan ada air mata ini lagi. Dia hanya masa laluku yang harus
kulupakan. Fajar, lelaki itu hanya mantan ku. Seorang mantan. Iya, aku bisa
melupakannya. Sungguh. Ini melegakan... benar-benar melegakan.
-END-
*cerpen aneh ini pernah ikut lomba tapi gak lolos hahaha....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar